Sepercik Warna Kamboja

Angkor Wat

Angkor Wat | Sunrise | Xperia Z1

Tidak jauh dari Angkor Wat di Cambodia, terletak sebuah danau raksasa bernama Tonle Sap. Di musim kemarau saja, danau ini seluas dua kali Danau Toba, yang merupakan danau terluas di Indonesia. Di musim penghujan? Air naik, badan danau membengkak hingga lima kali lipatnya, menjadi sebuah danau maha luas seukuran tiga kali Pulau Bali!

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1

Karena luasnya ini, tak heran kalau jumlah terbesar ular air tawar di Asia Tenggara terdapat di sini. Danau ini juga menjadi rumah bagi Mekong giant catfish, ikan air tawar terbesar di dunia yang panjangnya bisa mencapai 3 meter, juga buaya Siam yang kini hampir punah di alam bebas.

Bocah dan kapalnya | Kampong Khleang

Bocah dan kapalnya | Kampong Khleang

Namun Tonle Sap bukan hanya rumah untuk buaya siam, lele raksasa, ular air dan spesies-spesies akuatik lainnya. Tonle Sap juga rumah bagi ratusan ribu manusia yang hidup di perkampungan terapung di atasnya.

Siang hari itu kami memutuskan untuk meninjau perkampungan terapung* itu.

Ibu | Kampong Khleang

Ibu | Kampong Khleang

Dari sekian banyak perkampungan terapung di Tonle Sap, Kampong Phluk adalah yang paling terkenal bagi para turis. Kecantikan dan keunikan perumahan terapung dan hutan terapungnya, digabungkan dengan letaknya yang hanya 1 jam berkendara tuktuk saja dari Siem Reap, menjadikan Kampung Phluk ini menjadi sasaran wisata ideal.

Kehidupan sehari-hari | Kampong Khleang | Xperia Z1

Kehidupan sehari-hari | Kampong Khleang | Xperia Z1

Namun sayangnya, kami mendengar berbagai komentar negatif dari orang-orang yang pernah mengunjunginya. Preman-preman menipu turis dengan kedok donasi untuk kesejahteraan rakyat setempat yang miskin. Interaksi dengan orang lokal pun sulit berlangsung secara alami, saat turis hanya dipandang sebagai kantung uang. Anak-anak kecil mengelilingi para turis dan menyapa tidak dengan “hello” atau “susdai” (hello dalam bahasa Khmer), melainkan dengan sapaan “one dollar, one dollar”.*

Best friends | Kampong Khleang

Best friends | Kampong Khleang

Kami bukan sekedar ingin melihat kecantikan desa apung. Kami ingin meninjau kehidupan mereka yang sesungguhnya. Yang apa adanya.

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1

Kami pun memutuskan untuk pergi ke Kampong Khleang yang jaraknya 2 kali lipat. Dengan harapan bahwa kampung ini belum dikomersialisasikan untuk wisata, sehingga kami bisa melihat kehidupan rakyat di atas danau apa adanya.

Istirahat | Kampong Khleang

Istirahat | Kampong Khleang

Setelah lebih dari 2 jam perjalanan, tuktuk berhenti di sebuah dermaga kecil. Dermaga khusus turis! Mereka minta harga 30 dolar per orang untuk sightseeing boat trip selama 1 jam. 30 dolar! Harga yang untuk ukuran wisata di Eropa dan Amerika pun sudah termasuk mahal.

Karena sepi, mereka menurunkan harga hingga $25 per orang. Masih mahal.

Pasti ada alternatif lain.

Bekerja | Kampong Khleang

Bekerja | Kampong Khleang

Ini hanya dermaga untuk turis saja. Di mana kapal masyarakat lokal berlabuh?

Di mana kah Kampong Khleang -nya sendiri? Dari tadi kami belum lihat. Apakah ada akses darat ke kampung tersebut? Apakah tuktuk kami bisa ke sana? Ataukah kampung tersebut telah terendam air danau sehingga hanya bisa dicapai oleh kapal?

Di dalam shrine, bukannya patung Buddha, namun figure ini. Siapa kah dia? | Kampong Khleang | Xperia Z1

Di dalam shrine, bukannya patung Buddha, namun figure ini. Siapa kah dia? | Kampong Khleang | Xperia Z1

Namun tak mungkin kan, jika yang ada hanya dermaga turis, tak ada kehidupan orang lokal. Pastinya ada pemukiman rakyat di dekat sini. Atau jika desanya memang nun jauh di danau, meskipun akses jalanan darat telah terendam, pasti lah ada dermaga – sesederhana apa pun – untuk orang lokal.

Dan lagi, jalanan masih belum terputus air. Kami minta pak tuktuk kami untuk meneruskan perjalanan, mencari kampung yang dimaksud.

Home | Kampong Khleang

Home | Kampong Khleang

Dan ia menolak keras!

Ia bersikeras bahwa ini adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan. Naik kapal turis seharga $30 per orang. Tidak ada transportasi lain, tak ada transportasi lokal ke desa, tak ada jalan darat ke desa.

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1

Kami menunjuk ke arah jalan. Bagaimana kalau meneruskan perjalanan?

Dia bersikeras tidak akan menyetir lebih jauh dari dermaga ini. Sementara kami melihat berbagai kendaraan melewat. Tentunya, ada sesuatu di sana.

Tiga bersaudara sedang bermain di beranda rumah | Kampong Khleang

Tiga bersaudara sedang bermain di beranda rumah | Kampong Khleang

Pak tuktuk ngotot tak mau. Tak bisa. Tak mungkin. tak boleh.

Akhirnya kami mengerti: Ia tak ingin komisi dari kapal sightseeing turis melayang.

Menyisik ikan | Kampong Khleang | Xperia Z1

Menyisik ikan | Kampong Khleang | Xperia Z1

Akhirnya ia bersedia mengantar kami jika kami membayar $5 ekstra. Dengan alasan desanya sangat jauh. Ia tak mau ditawar, dan kami pun akhirnya setuju.

Kuil di atas danau | Kampong Khleang | Xperia Z1

Kuil di atas danau | Kampong Khleang | Xperia Z1

Ternyata pak tuktuk bohong. Jarak jauh ekstra $5 itu ternyata tidak sampai 3 menit dengan tuktuk! Jalan kaki pun sebenarnya bisa. Hanya saja kami tak tahu kalau bakal sedekat itu. Tadi juga tak ada seorang pun yang bisa ditanya. Percuma, semua orang berusaha keras menaikkan kami ke kapal turis $30.

Kami pun tersadar. $5 yang pak tuktuk minta sebenarnya bukan untuk bahan bakar dan waktu ekstra, namun untuk menutupi komisi yang tak jadi ia dapatkan dari dermaga kapal turis!

Sunset di Kampong Khleang

Sunset | Kampong Khleang | Xperia Z1

Namun tak apa lah, karena tujuan kami semula, mengunjungi sebuah desa terapung dengan kehidupan yang masih autentik, terpenuhi.

And that’s where the magic began!

Nelayan desa, Pak Tuktuk, dan Ryan | Kampong Khleang | Xperia Z1

Nelayan desa, Pak Tuktuk, dan Ryan | Kampong Khleang | Xperia Z1

How to get there?

1. Dari Siem Reap ke Kampong Khleang bisa naik tuktuk. Tawar. Kami dapat harga $18 pp + tunggu.
2. Kalau kalian ingin ke Kampong Khleang, mungkin harus ngotot ke pak tuktuk-nya. Kalau nggak, dibawa ke Kampong Phluk.
3. Waktu perjalanan 2-3 jam one way. Mau lihat sunset? berangkat siangan saja.
4. Tuktuk akan mengantar ke dermaga turis, di mana tersedia sighseeing boat tour untuk turis ($25-30 per orang). Jika ingin ke desanya sendiri, minta untuk terus. Desa tersebut terletak tak sampai 5 menit dari dermaga.
5. Di desa, bisa minta penduduk antar sightseeing dengan kapal mereka. Saat itu kami menawarkan $10 per orang untuk 1 jam, langsung dikasih. Mungkin kalian bisa coba $5 per orang atau $10 per kapal.

Kuil dan tanah pekuburan | Kampong Khleang

Kuil dan tanah pekuburan | Kampong Khleang | Xperia Z1

Oh ya,

Sebagian besar foto di sini diambil pakai Smartphone Sony Xperia Z1. Untung pake HP yang satu ini, soalnya pas motret dari kapal, sempat tersiram gelombang kapal lain lewat sehingga basah kuyup. Pak kapal dan pak tuktuk (yg ikutan sightseeing) sampai sempat panik. Untungnya Xperia Z1 kan waterproof :p.
Tips tambahan, kalau pakai Xperia Z1 untuk situasi alam yang rugged, bisa ditambahkan tali supaya ga gampang jatuh.

Best friends | Kampong Khleang

Best friends | Kampong Khleang

*Perkampungan terapung – lebih tepatnya disebut perkampungan di atas tonggak.

Tags: , , , , , , ,

34 Responses to “Sepercik Warna Kamboja”

  1. Kartika Paramita
    19 December 2013 at 1:59 pm #

    siipp tenan!
    jurus ngeyel –> jurus paling keren selama wisata 🙂
    pak tuktuk, mana fotonya? yang ada malah pak kapal dengan senyum ramahnya 😀
    penduduk Kampung Khleang koq mirip orang Kalimantan yaa, heheee…

    • Dina
      30 December 2013 at 7:07 pm #

      jurus ngeyel, lol 🙂
      pak tuktuk ada fotonya di kapal. Pak kapal di kanan, pak tuktuk di kiri, ryan di belakang 🙂
      Iya di kalimantan juga banyak desa terapung ya 🙂

  2. Shella Hudaya
    19 December 2013 at 7:45 pm #

    Kadang sedih deh Mbak liat anak2 kecil di tempat2 turistik yang meminta2 uang 🙁 Aku ngalamin pas di Pandawa dan rasanya kok miris banget. http://medischfun.wordpress.com/2013/12/03/sad-story-from-pandawa-beach/

    • Dina
      30 December 2013 at 7:06 pm #

      barusan baca kisah kamu di pandawa beach mbak, miris banget 🙁

  3. Caderabdulpacker.com
    21 December 2013 at 6:12 am #

    pemandangan seperti ternyata tak hanya di Indonesia. di Kamboja pun sama…sip mbak reportasenya he

    • Dina
      30 December 2013 at 6:54 pm #

      Makasih, hehhe

  4. arievrahman
    23 December 2013 at 2:56 pm #

    Wah, aku baru tahu kalau ada danau segede ini di sana.
    Itu yang ambil portrait bokeh apa kalai Xperia Z1 juga, Din?

    • Dina
      30 December 2013 at 6:47 pm #

      ang bokeh itu maksudnya yang paman ngerokok ya? yang itu pake zoom lens kamera mirrorless :)). Z1 kalo ga salah ada zoom lens-nya. tapi ga kuat biayanya x)… masih ngegantungin mirrorless kalo mau zoom-zoom. cuman z1 itu enaknya pinter milih mode. apalagi kalo backlight. Kamera mirrorlessku kalah pinter ngeluarin warnanya, sering gosong. Z1 lebih pinter otomatis ngakalin supaya gak gosong. hehehe

  5. mela
    17 February 2014 at 11:02 am #

    I love how you could capture life and people within your journey mba 🙂

  6. ronal
    11 March 2014 at 8:30 am #

    pemandangannya mirip kampung halamanku di sumatera sana…
    btw jebretannya oke banget…salam kenal

    • Dina
      1 April 2014 at 6:16 pm #

      salam kenal 😀
      Sumatranya di mana mas?

  7. Indah Nuria Savitri
    23 April 2014 at 6:21 am #

    Kamboja memang penuh warna yaaa….dan so far daya tarik terbesarnya, buat aku, adalah Angkor Wat :D..salam kenal dan bon courage pour around the world tripnya…love all the pics :)..

    • Dina
      23 April 2014 at 10:22 pm #

      makasih ya :’) Iya angkor wat emang luar biasa 🙂

  8. rika
    28 April 2014 at 4:12 pm #

    ngeliat foto yang menyisik ikan itu langsung kebayang suasana di Cilincing, Jakarta.. tp kebanyakan siy kerang yaa.. hehe, liat foto2nya kebayang gmn kampung Khleang mbak Din 😀

  9. nandito silaen
    26 June 2014 at 11:08 am #

    Kapan ya… pemalak2 di dunia ini sadar.
    terkadang di negeri kita sendiripun banyak yang begitu :(.

    • Dina
      4 August 2014 at 4:18 pm #

      iya 🙁

  10. Yui
    11 September 2014 at 9:14 pm #

    Foto-fotonya saya suka, damai ya disana..

    Yg foto di shrine jangan-jangan polpot tuh?
    Numpang promosi wisata kampung halaman..
    http://yuiword.com/2012/01/04/pantai-klayar-tanah-lotnya-pacitan/

  11. okamura silitonga
    10 October 2014 at 9:30 pm #

    itulah seninya kalau menuju tempat yang yang belum diketahui, mau jalan takut jauh, mau pakai kendaraan malah dimahalin, tapi kedua2nya sama2 meninggalkan kesan 😀

    • Dina
      14 October 2014 at 12:34 pm #

      hahahha, iya, tapi gitu lebih asyik daripada cari aman ikut tur, terus gitu-gitu aja. Iya nggak sih :))

  12. zaim
    5 November 2014 at 9:21 pm #

    aku baru tau situs blog nya kak dina waktu liat acara tv ini talkshow mengundang sepasang suami&istri backpacker
    trims buat kak dina uda ngasih tau blog nya

    • Dina
      25 February 2015 at 8:27 am #

      Makasih mas 🙂

  13. Demokrasi Indonesia
    22 November 2014 at 10:01 am #

    disana banyak rumah panggung?? menarik untuk berkunjung

  14. Octobrian
    25 November 2014 at 11:21 am #

    Salam kenal Dina. Btw saya liat kalian berdua di Ini Talkshow 1 ato minggu yg lalu 😀
    Anyway, berarti lbh baik ke Kampong Khleang daripada Kampong Phluk ya??

    • Dina
      7 January 2015 at 3:13 pm #

      Hehehhe 😀
      Kampong Khleang lebih otentik, tapi ke sananya sulit sih, perjuangan bange sampe akhirnya diturutin ama supir tuktuknya. Kalo ke kampong phlluk, sudah terstruktur.

  15. Koper Traveler
    25 November 2014 at 4:24 pm #

    berapa lama waktu yang ideal untuk bisa menikmati kota Siem Reap? minta infonya ya

    • Dina
      7 January 2015 at 3:01 pm #

      sebetulnya tergantung waktunya yang ada berapa lama dan sukanya gimana sih, aku di sana mungkin setengah-satu bulan, hehehe.. sevetulnya 3 hari mungkin udah cukup. kalo terpaksa, 1 full day juga bisa. yang penting sempat eksplor angkor wat sepagian, sorenya main di kawasan backpackernya

  16. TravellerKaskus
    10 December 2014 at 8:32 pm #

    Membaca catatan perjalanan ini kami jadi ingat sekali waktu pernah menonton film dokumenter tentang Danau Sentarum di Kalimantan. Di sana juga banyak permukiman. namun, entah bisa dibilang beruntung atau tidak, danau di perbatasan Indonesia dan Malaysia itu belum se-over-exploited danau di Kamboja ini. Tapi, terlepas dari itu semua, adalah tugas kita sebagai pejalan untuk mengabarkan keadaan daerah-daerah jauh yang kurang diperhatikan. Nice post, Mbak Dina! 🙂

    • Dina
      7 January 2015 at 3:23 pm #

      Hehehe makasih traveller kaskus 😀
      Pingin ngunjungin yang di Kalimantan juga.
      Memang banyak dilemanya ya…

  17. tempat wisata dunia
    26 December 2014 at 8:56 pm #

    terlihat sekali bahwa masih banyak perkampungan kumuh di kamboja, tak terurus

  18. Adi Hartanto
    7 January 2015 at 2:32 pm #

    Waah pengalaman yang menarik. Suasanya juga tidak berbeda dengan Indonesia. Seru sepertinya kalau bisa ke sana. Oiya, saya tertarik lihat postingan ini berawal dari fotonya di halaman depan. Saya pikir foto di postingan ini sebagian besar diambil dengan kamera DSLR, ternyata hanya dengan kamera smartphone. Kereen Mbak!! : D

    • Dina
      25 February 2015 at 9:59 pm #

      Hehehhe, smartphone jaman sekarang emang mulai mengerikan kemampuannya ya x)

  19. Kissdenarso
    26 March 2015 at 2:30 pm #

    menarik banget ceritanya mbak, pake jurus ngeyel.
    Jadi inget pengalaman 2013 kemaren ke Kamboja. Negaranya eksotis, banyak spot kece cuma sayang tukang tuktuknya suka maksa. Pengen banget ke Siam Reap krn dulu cuma sempat ngunjungin Phnom Penh aja. Sekedar cerita, anehnya waktu di Phnom Penh ini kekerabatannya erat banget kalau ketemu yang se-agama. Pernah dianter kemana-mana sama bapak tuktuk yang kebetulan muslim dikasih harga yang miring banget, plus ditungguin pula. Semoga 2015 ini bisa kesana, kangen sama makanannya… 😛

    • Dina
      16 May 2015 at 2:42 am #

      wkwkwk iya tuktuknya suka maksa banget paket wisata, padahal kadang maunya cuma ke jarak dekat aja, hahaha. Beruntung banget kalo gitu ya ketemu ama bapak tuktuk muslim 🙂

      Aku malah ga sempat ke phnom penh, terlalu nyaman di siam reap, hihihi

  20. Adi
    20 May 2015 at 5:09 pm #

    Salam kenal mbak…

    saya udah follow twitter & instagramnya dua ransel biar dapet info terkini soal traveling.

    Mbak sekalian mau tanya dan minta saran untuk itenarary pnomphen & siem reap. Oktober nanti saya & istri sudah mengantongi tiket & hotel di Phnomphen, berangkat dr Jakarta ke Phnomphen, pulang dari Phnomphen juga.

    Trip kita jadwalin 4 H 3 M

    Terima kasih atas saran & petunjuknya ya mbak.

    Berkah Dalem

    Salam Ransel,
    Adi & Sari

Leave a Reply